Review: Single vs Ngenest

by - 2:35:00 PM


Postingan pertama di tahun 2016, yaaay! Gue baru aja marathon dua film nasional khas anak muda, Single dan Ngenest. Walaupun judulnya “Single vs Ngenest”, bukan berarti gue nge-compare dua film ini ya. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangannya. Langsung aja, ah...


Mulai tayang 17 Desember 2015, kali ini Raditya Dika menelurkan film bukan based on his books. Single adalah film ketiga Radit sebagai sutradara setelah Marmut Merah Jambu dan Malam Minggu Miko The Movie. Ya, tentunya Radit jugalah penulis skenario dan pemeran utamanya.


Sinopsis

Film ini bercerita tentang Ebi (Raditya Dika), seorang lelaki 27 tahun yang tinggal di kos-kosan dan nggak punya pekerjaan. Ebi punya dua sohib di kosannya, yaitu Wawan (Pandji Pragiwaksono) dan Victor (Babe Cabita). Di antara mereka bertiga, Ebi-lah satu-satunya cowok yang masih single. Katanya sih, ini dikarenakan Ebi sulit buat memulai obrolan dengan cewek. Selain itu, dia juga ngerasa nggak confident ketika mengutarakan sesuatu.

Ebi sebenernya ngerasa malu sama adiknya, Alva (Frederik Alexander). Laki-laki mapan, punya rumah pribadi, dan berstatus in relationship dengan anak seorang pengusaha tersebut berhasil bikin Ebi makin minder. Belum lagi, saat tiba-tiba Alva dan sang kekasih meminta restu kepada Ebi dan ibunya untuk melangkah ke jenjang pernikahan. Ebi pun berjanji pada sang ibu kalo nanti, pas resepsi Alva, dia bakal bawa cewek cantik buat dikenalin.



Di tengah-tengah keputusasaannya, Wawan dan Victor selalu ada buat nge-push Ebi supaya mau cari cewek. Mulai dari ngasi wejangan sampe bawa dia ke kelab malam biar bisa hunting cewek single. Sayangnya, Ebi yang naif lagi-lagi harus kehilangan kesempatan karena nggak bisa ngebawa obrolan ke arah yang lebih asyik.


Siapa sangka, kamar kos no 1 punya penghuni baru berparas cantik. Namanya Angel (Annisa Rawles), seorang mahasiswi kedokteran yang ingin memberi kebaikan kepada orang lain. Ebi berusaha PDKT sama Angel yang emang kelihatan open sama siapa aja. Ebi yang punya hobi stand up comedy, diajak buat ngisi acara fundraising yang lagi digeluti oleh Angel. Namun, Angel punya “kakak-adik-zone” yang tau-tau dateng dari Belanda, bernama Joe (Chandra Liow).


Joe yang notabene menyimpan perasaan ke Angel sejak kecil, berupaya menghalang-halangi Ebi buat deketin cewek tersebut. Nggak jarang, Ebi diremehin oleh Joe di hadapan Angel karena statusnya sebagai pengangguran.



Sebelum resmi menikah, Alva dan keluarga besar calon istrinya ngebuat acara kumpul-kumpul orang terdekat di Bali. Alva bilang kalo Ebi boleh ngajak Wawan dan Victor. Kalo mau nambah orang lagi juga bisa. Ebi pun berniat mengajak Angel. Tentu, cewek itu nggak menolak ajakannya.


Banyak konflik yang terjadi ketika mereka di Bali. Mulai dari Joe yang tiba-tiba juga ada di Bali, Angel yang kecewa dengan Ebi, hingga Ebi yang harus berantem sama kedua sahabatnya. Kalo kayak gini, bisa nggak ya, Ebi dapetin Angel sebelum acara resepsi tiba?

Opini gue

Overall, ceritanya light. Ngelihat ada tiga cowok tinggal di kosan yang nyampur gitu, keinget sama Warkop DKI, ya. Dilansir dari Liputan 6, film ini sukses tembus satu juta penonton dalam waktu dua minggu. Gue yakin sih, ABG-ABG pada suka ini film. Nggak banyak komedi yang disajiin. Tapi, kalo lo emang suka Radit, yaaaa lo bakal ngerasa lucu aja. Buat gue, Babe sebagai Victor-lah yang bikin genre film ini jadi komedi. Sisanya? Drama khas individu Ibukota.


Dari kacamata gue, premis ceritanya ngebikin si tokoh utama bener-bener terlihat menyedihkan. Tapi, dia punya ke-apa-ada-an yang belum tentu dimiliki cowok-cowok zaman sekarang. Kita nggak perlu maksain keadaan hanya untuk apa yang kita inginkan. Tanpa sadar, ada kok, yang lebih kita butuhin, yaitu merasa bahagia.

Fakta yang lagi-lagi Radit tawarkan adalah cewek selalu luluh sama cowok lucu. Selain itu, kalo ngobrol sama cewek, di-iya-in aja. Nggak banyak experience yang gue dapet, sih, masih sama dengan teori-teori Radit sebelumnya.

Gue sendiri awalnya nggak tertarik nonton, tapi banyak banget yang nge-suggest buat nonton film ini. Jadilah, gue nonton film Single secara single alias sendirian. At the end, film ini asyik juga ditonton di sela-sela rutinitas.

Ada setidaknya tiga alasan buat gue yang bikin film ini berhasil, yaitu:
1. Luncur di saat musim liburan, minggu ketiga bulan Desember.
2. Bukan skrip dari bukunya, sehingga nggak memunculkan banyak ekspektasi dan persepsi di kepala penonton (masih menebak-nebak).
3. Yang utama dan paling utamalah, Raditya Dika gitu, lho! Apa sih, yang nggak bisa “dijual” dari doi?

Belom nonton dan punya hasrat nonton film ini? Gue kasih tipnya:
Relax, bawa popcorn dan minuman. Nggak usah mikirin “abis ini pasti gini” karena biasanya bakal bener, soalnya ini light banget. Nikmatin setiap ekspresi muka pemainnya. Semoga lo bisa terhibur dan ketawa. Satu lagi, siap-siap bapeeeer, ye! Hehehe.


Berlatar belakang kehidupan urban, gue paling suka bagian mereka baru masuk ke kelab malam. Musik, efek, dan style-nya keren! Good job, Radit. Yang udah pernah nonton film-film Radit sebelumnya, bakal ngerasa film ini jauh lebih dewasa baik dari segi cerita ataupun visualisasinya. Eits, nggak cuma seneng-seneng kok, ada yang harunya juga. Itu karena seorang ibu bernama Marjan yang mengidap alzheimer. Nonton sendiri, biar tau! :D

Semoga Radit segera melahirkan karya-karya fiksi lainnya, deh.


--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Selanjutnya, ada film Ngenest yang diadaptasi dari buku trilogi karya Ernest Prakasa. Kayak personal literature yang dijadiin film pada umumnya, film ini bercerita tentang perjalanan hidup sang penulis sebagai bagian minoritas di Indonesia. Keturunan Cina yang kerap di-bully karena fisiknya yang emang Cina banget, nggak bisa boong, deh.


Sinopsis

Semasa SD, Ernest punya seorang sahabat bernama Patrick yang cina-cina juga. Patrick selalu punya ide untuk balik ngisengin anak-anak yang nge-bully mereka. Persahabatan mereka berlanjut ke bangku SMP. Ernest dan Patrick masih satu sekolah, bahkan dengan anak-anak yang suka nge-bully mereka. Suatu ketika Ernest berpikir, kalo mau nggak di-bully lagi, Ernest harus seperti mereka. Jadi bagian mereka.

Ernest pun mencoba berbagai cara supaya bisa gabung sama anak-anak itu. Mulai dari bayarin mereka nonton band metal hingga sok-sok ikutan malak. Semua cara gagal total. Sampe akhirnya, logika Patrick memunculkan hasrat baru dalam kepala Ernest. Bahwa untuk mengakhiri rantai diskriminasi ini, Ernest harus nikah sama pribumi. Supaya apa? Supaya anaknya nggak Cina!

Masa SMA pun tiba. Ernest harus menerima kenyataan kalo dia nggak lulus di SMA favoritnya. Jadilah, dia masuk ke SMA di mana ayahnya dulu pernah mengenyam pendidikan. SMA Bunda Kudus yang isinya cina-cina juga ngebuat Ernest nggak berhasil ngewujudin keinginannya: pacaran sama pribumi.

Patrick dewasa (Morgan Oey) dan Ernest
HI Unpad menjadi gerbang buat Ernest memulai babak baru dalam kehidupannya. Di kota ini, Ernest punya pacar yang ternyata... Cina juga. Tapi, hubungan mereka putus di pinggir jalan (lokasinya emang pinggir jalan, gitu). Patrick ngingetin lagi soal tujuan yang udah dibikin Ernest kalo dia pengin punya pasangan pribumi.

Saat pengin refund uang les Mandarin (Ernest masuk kelas Mandarin karena mantannya itu yang minta), Ernest ngelihat seorang gadis pribumi yang manis sedang ngembaliin formulir pendaftaran. Ernest pun buru-buru membatalkan niatnya untuk keluar dari tempat les tersebut.

Ernest dan Meira (Lala Karmela)
Singkat cerita, Ernest ngedapetin nomor HP-nya. Cewek itu bernama Meira. Ernest berhasil ngajak Meira buat nonton Harry Potter bagian tiga. Ternyata, mereka sama-sama suka Harry Potter dan ngikutin ceritanya. Dari situlah, masing-masing makin ngerasa klik.

Nggak semulus itu sih, soalnya ayah Meira nggak suka sama orang Cina. Sang ayah pernah bangkrut karena ditipu oleh keturunan Cina. Tapi, seiring berjalannya waktu dan juga usaha Ernest, ayah Meira setuju-setuju aja, tuh.


Lima tahun pacaran, Ernest dan Meira pun menikah. Persoalan baru pun muncul, hampir dua tahun, Ernest berusaha menunda kehamilan Meira. Ernest nggak pernah terus terang apa alasannya kepada Meira. Someday, Meira udah nggak tahan lagi. Meira marah sama Ernest karena pengin banget punya anak.


Ernest yang emang sayang banget sama Meira pun menuruti keinginannya. Meskipun agak takut, pada akhirnya Meira positif hamil. Girang siiiih, Ernest-nya di situ. Tapi, ketakutannya pun makin tinggi. Sebenernya, Ernest tuh, takut kalo anaknya nanti bakal sipit kayak dia. Kan, tujuan awalnya nikah sama pribumi untuk memutus rantai diskriminasi yang dirasakan keluarganya....

Bolak-balik Ernest curhat sama Patrick yang juga sekarang udah nikah, tapi nggak kunjung dikaruniai anak (bukan karena mereka nunda). Patrick pun berusaha memberi support supaya Ernest bisa ngalahin ketakutannya sendiri.

Puncaknya adalah saat Meira akan segera melahirkan, Ernest juga mendapat tekanan dari kantor karena dia melakukan kesalahan besar. Hari itu, Ernest tiba-tiba menghilang. Nggak bisa dihubungi oleh siapapun. Meira udah merintih kesakitan di rumah, berusaha menghubungi siapapun yang dekat dengan Ernest. Patrick-lah yang berhasil menemukan Ernest di markas mereka sejak kecil.

Ernest ngungkapin tuh, problem yang dia permasalahkan. Patrick yang gemes lihat Ernest, blak-blakan kalo dia mandul, sedangkan istrinya subur. Patrick menegaskan kalo harusnya Ernest bersyukur karena bisa mudah dapet keturunan.

Ernest bergegas ke rumah sakit, nemenin persalinan Meira. Anak perempuan yang... sipit pun lahir ke dunia. Meskipun sama seperti ketakutannya, Ernest sama sekali nggak kecewa. Dia tersenyum bahagia bersama keluarga.

Cast filmErnest Prakasa, Kevin Anggara, Lala Karmela, Morgan Oey, Brandon Salim, Ferry Salim,
Olga Lydia, Ge Pamungkas


Opini gue

Jokes yang dipake banyak yang nyentil. Soalnya, ya gitulah faktanya anggapan banyak pribumi pada etnis Tionghoa di Indonesia. Udah jadi sejarah turun temurun kayaknya! So, film Ngenest relate banget sama kehidupan bermasyarakat di negara kita. Banyak istilah-istilah kayak “tiko”, apalagi ya, gue lupa. Intinya, sebut-sebutan khusus gitu, deh, buat nyebut masing-masing kaum.

Film ini santai abis, kita cukup ngikutin aja jalan cerita hidup Ernest selanjutnya. Gue suka karena kehangatan yang ditawarkan film Ngenest. Kayaknya, nggak ada tuh, yang lebih menyentuh dari hal-hal yang berkisah tentang keluarga. Di bagian credit yang ditayangin di akhir pun, disisipin video syukuran film ini. Segenap crew dan pemain, juga bini Ernest yang asli ada di situ. Dan entah kenapa gue mau duduk lebih lama di kursi penonton buat nyelesaiin bagian itu.

Untuk film perdana mereka, Kevin Anggara (Ernest remaja) dan Lala Karmela boleh diakuilah acting-nya. Logatnya Kevin juga mumpuni untuk berperan sebagai anak asli Cina.

Cast film Ngenest
Ernest Prakasa memanglah salah satu pendiri komunitas Stand Up Indo bahkan udah pernah ngadain tur komedi ke beberapa kota. Tapi ya, Raditya Dika masih lebih terkenal dari doi. Yang nonton film Ngenest kebanyakan sih karena udah tau Ernest itu siapa. Agak sayang menurut gue, poster film-nya nggak begitu menarik buat orang awam. Well, film ini worth it buat ditonton.


Banyak yang berusaha ngebandingin dua film ini. Duh ah, beda bangetlah, yang satu fiksi yang satu non-fiksi. Belom lagi, yang satu tayangnya pas orang-orang baru liburan, yang satu lagi tayang waktu orang udah pada mau masuk sekolah, kuliah, atau kerja. Pengaruh Raditya Dika dan Ernest Prakasa di citizen juga berbeda, kan? Latarnya apalagi, Single kehidupan perkotaan yang maju, sedangkan Ngenest klasik bener.

Gue pikir, film Single paling pas ditonton bareng temen dan film Ngenest cocok buat ditonton bareng pasangan. Berbagai makna dan kesenangan yang gue dapet dari keduanya. Sama-sama fun dan sama-sama Indonesia. 

Kalo lo, udah nonton yang mana? Yuk, dukung film nasional!




Source:
https://twitter.com/radityadika
showbiz.liputan6.com/read/2402367/film-single-raditya-dika-sukses-tembus-1-juta-penonton
https://twitter.com/muviladotcom/ 
https://twitter.com/MorganousDEPOK_/

You May Also Like

17 comments

  1. Belum nonton dua-duanya. Huhuhuhuh. Sabar.. sabarrr... jangan turun dulu filmnya sampe dompet keisi lagi. :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. ih ih, makanya nontonnya jangan sambil jajan. apalagi bawa pacar. hemat beb!

      Delete
  2. Ajaib, pas baca ini ada liputan tentang Ngenest di net.
    Apa ini pertanda aku harus nonton?
    Belom nonton dua-duanya sih tapi kok kayaknya yang Single datar aja gitu gak ada gregetnya (?)
    (lagian filmnya masih ada gak sih di bioskop?)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nontonlah, Kang Emil aja udah. Jangan mau kalah, Fir! Hahaha. Aku nonton Ngenest karena baca twit Joko Anwar. Eh, bener aja ternyata relate sama kehidupan sehari-hari.
      Single masih ada di bioskop. Laris, sih.

      Delete
  3. Udah nonton Ngenest doang... lumayan menghibur deh :D.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyalah menghibur, nontonnya sama misua *ngiri*

      Delete
  4. Belum nonton dua-duanya. Dan aku rada gak suka sama film komedi Indonesia. Gara-garanya sih saya suka gak ngerti humornya. Hehehehe.

    Tapi suka banget sama review film keduanya. Lengkap dan jelas. Ditunggu review-review lainnya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wahahahaha baca komenmu aku ngakak sendiri, Kak X))
      Nggak ngerti humornya karena bikin mikir berat atau emang nggak keitung sebagai jokes?

      Makasih Kakak. Draft review banyak tapi males nge-post. Hiks.

      Delete
    2. Mungkin selera humorku yang payah. Hehehehe >.<

      Delete
  5. belum nonton sih, tapi pengen nonton 22nya soalnya ini comedian favorit saya kebetulan, yah mau nonton juga gada temennya ahaha :D #KODE jiyahh

    ReplyDelete
  6. Wah udah lama ga nonton film Indonesia, kayaknya oke nih dijadiin referensi ... Mudah2an msh main di bioskop wkwk ...

    ReplyDelete
  7. Yah, gue belom nonton. Tapi kayaknya Ngenest lebih menarik.

    ReplyDelete
  8. hah? sama pasangan...? tidaaaaak hahah

    ReplyDelete
  9. Huuaaa udah rame ini iklannya,sekarang review2nys.. sy blm nonton.. sejak habis lahiran udh gak pernah nonton, kayaknya trakhir nonton itu...hmmm, kapan yaaaa?? Penasaran, pengen nonton ini juga ahh.

    ReplyDelete
  10. Belum nonton dua-duanya, udah baca banyak review tentang kedua film ini duh, makin banyak yang nulis reviewnya makin meningkat juga rasa penasaranku. Seandainya di daerahku ada bioskop -_-'

    ReplyDelete
  11. wah jadi gimana gitu, karena saya "wong ndeso" yang ga pernah nonton di bioskop, ditambah di daerah saya ga ada bioskop. hehe kalo di jogja biasa nonton di festival" film aja. kaya di Taman Budaya Yogyakarta bulan kemarin :D

    ReplyDelete
  12. Keren nih rating dari filmnya :o Sinopsisnya juga keren sip lah

    ReplyDelete