Disabilitas Tanpa Batas
Mereka memiliki mata, tapi tak
dapat melihat. Mereka punya telinga, tapi tak mampu mendengar. Mereka memiliki
fisik yang tampak sempurna, tanpa kita tahu mereka mengidap gangguan emosi dan
sulit berinteraksi.
Mereka adalah wujud penyandang
disabilitas.
Klik gambar untuk memperbesar |
Dipandang sebelah mata, tidak
diacuhkan, atau malah di-bully, seakan
menjadi budaya yang biasa didapat oleh kebanyakan dari mereka. Bukan tanpa
alasan, bahkan program kebijakan pemerintah untuk kaum disabilitas pun, masih
berdasarkan belas kasihan (charity). Bagaimana
bisa mereka terlibat lebih banyak, jika secara tidak langsung, ruang geraknya
dibatasi?
Tapi, adakah yang bisa menampik
teori-teori fisika Stephen Hawking? Ahli fisika teoritis yang terlibat dalam
fenomena Big Bang Theory dan dinobatkan
sebagai orang paling cerdas dalam ilmu geofisika abad ini, adalah penyandang kelumpuhan
akibat amyotrophic lateral sclerosis.
Saraf pada otot motoriknya mengalami penuaan, sehingga otot-otot tersebut tidak
mampu menerima perintah dari otak.
Mulanya, Hawking masih bisa bergerak
meski terbatas dan mampu mengucapkan 15 kata per menit. Namun sekarang, bahkan
saraf di pipinya pun mulai pudar kemampuannya. Sejak tahun 1997, Intel telah bekerja sama
dengan Hawking, membantunya untuk mempertahankan dan memperbaiki sistem
komputer bantu yang memungkinkan dia untuk berinteraksi dengan dunia.
Stephen Hawking adalah figur yang menggambarkan disabilitas tanpa batas :) |
Belakangan diketahui, sistem
komputer ini diperbarui. Sensor infra merah ditanamkan di kacamatanya, sehingga
Hawking dapat mengatur software Intel
melalui pergerakan otot di pipinya. Hawking cukup menulis kalimat pertama
menggunakan otot di pipi, lalu dikirimkan ke prosesor suara. Ketika proses
mengetik dilakukan, teks prediktif menyediakan opsi untuk melengkapi kata
tersebut. Tentunya, software ini
membantunya menulis dengan lebih cepat.
Sistem komputer yang digunakan
oleh Stephen Hawking itu adalah salah satu contoh alat bantu baginya yang
disebut sebagai assistive technology.
Assistive technology atau yang
dikenal juga sebagai adaptive technology adalah
istilah yang mencakup alat bantu, adaptif, dan rehabilitatif bagi mereka yang
berkebutuhan khusus. Penemuan terus dilakukan agar memungkinkan mereka untuk
melakukan tugas-tugas yang sebelumnya tidak dapat dicapai atau ada kesulitan
besar untuk mencapainya. Lewat perangkat tambahan, terjadi berbagai perubahan
metode berinteraksi dalam menyelesaikan tugas-tugas tersebut.
Sayangnya, pengadaan alat-alat
bantu itu relatif mahal. Gimana dong, buat mereka yang berasal dari keluarga
dengan kondisi perekonomian terbatas? Pemerintah khususnya di Indonesia pun,
belum menyediakan fasilitas pendukung yang mumpuni bagi penyandang disabilitas.
Bukannya mereka nggak pengin mandiri, tapi sepertinya berbagai kekurangan dari
segala aspek, harus membelenggu langkah mereka.
Klik gambar untuk memperbesar |
Disabilitas fisik khususnya,
seharusnya memiliki tempat dalam bidang pekerjaan. Banyak kasus di mana
seseorang nggak diterima bekerja hanya karena penurunan daya penglihatan atau
kaki yang dianggap nggak sempurna. Hmmm, padahal bisa saja mereka memiliki potensi yang
lebih besar dibanding pekerja dengan fisik normal.
Bahkan, ada lho, teori Economic Model of Disability yang menganut
paham bahwa penyandang disabilitas secara metodologi dianggap pembuangan
ekonomi, seakan tidak mungkin bagi seorang disabilitas dapat berkontribusi
positif dalam masyarakat. Di mana, memberdayakan mereka dianggap sebagai
kesia-siaan. Begitulah adanya, stereotip bagi mereka.
Kegelisahan lainnya bagi gue
dalam memandang isu disabilitas adalah kurangnya pengetahuan dan kepekaan
orang-orang, sehingga sering menghasilkan persepsi yang menyimpang. Non-disabilitas
yang awam, menjelma menjadi orang-orang yang judgemental sekaligus careless.
Siapa sih, yang nggak pernah denger kalo autis dan down syndrome dianggap sama? Atau, anak dengan diseleksia dicap
nggak mampu baca-tulis seumur hidupnya, lalu diasingkan di kelas. Nggak jarang,
mereka yang mengidap cacat mental dipanggil “gila”! Miris memang, berbagai stigma menghujani mereka
yang memiliki disabilitas.
Shae, penyanyi asal Indonesia yang mengidap gangguan pendengaran, sehingga hanya satu dari telinganya yang berfungsi dengan baik |
Sewaktu tinggal di Cibubur, gue
sering mengunjungi sebuah tempat bernama Wisma Tuna Ganda Palsigunung,
Cimanggis. Di sana, gue bisa bertemu teman-teman penyandang disabilitas ganda,
baik fisik dan mental yang memiliki semangat hidup begitu kuat. Ada satu anak perempuan
pengidap autisme sekaligus tuna rungu yang pernah buat gue terharu karena dia
nggak mau salaman sama gue. Alasannya karena kuku gue panjang dan bagi dia itu
kotor. Gue pun buru-buru potong kuku di halaman wisma tersebut. Gue dibikin
terkagum-kagum dengan para pengurus wisma yang bisa membiasakan hal positif
dari yang paling kecil sekalipun. Gue nggak bisa share foto-foto gue sendiri. Soalnya, waktu itu belum pake jilbab, euy! Hehehe.
Seperti yang udah dilakuin selama
ini oleh tim www.kartunet.id, dengan tulisan ini, gue harap dapat turut
meningkatkan kesadaran masyarakat atas kesetaraan penyandang disabilitas. Melek
teknologi, masih zaman tuh, diskriminasi?
Saya lupa namanya, lelaki berkaus merah dengan disabilitas ini akan menemani pengunjung baru untuk berkeliling wisma |
Peningkatan kesadaran masyarakat, tentu bisa berimbas pada penambahan sarana dan sistem rehabilitasi bagi mereka. Dapat dimulai dari penambahan jalur-jalur khusus di berbagai tempat. Oh iya, saat penyiaran hasil Pemilu kemarin, stasiun televisi menyiarkan disertai dengan translator bahasa bagi mereka yang mengalami masalah pendengaran. Good job!
Selain disabilitas, terminologi yang sekarang acap kali digunakan adalah difabel atau different ability. Di mana artinya, mereka memiliki kemampuan berbeda dari orang pada umumnya. Pastinya pandangan ini jauh lebih baik, ketimbang menganggap mereka sebagai "orang cacat". Mungkin, mereka nggak punya kemampuan yang kita miliki. Tapi, bukan berarti kan, mereka hidup tanpa skill?
Besar harapan gue agar kemerdekaan kaum disabilitas bisa mereka raih. Memanusiakan manusia, nggak ada salahnya, kan? Sebab semua orang berhak akan eksistensinya. Semoga saja para penyandang disabilitas semakin giat berkarya, kemudian banyak dari mereka yang dikenal dunia. Kalopun tidak menjadi populer, dengan kegigihan hidup yang dimiliki, mereka bisa mengetuk hati orang-orang di lingkungan mereka sendiri. Dan pada akhirnya, selalu akan ada pengakuan bahwa disabilitas tanpa batas.
Pic source:
shaeofficial.com
http://www.army.mil/article/105883/US__TNI_AD_Soldiers_bring_Aloha_spirit_during_Garuda_Shield_13/
wikipedia.com
Another:
http://iq.intel.com/behind-scenes-intel-keeps-stephen-hawking-talking/
https://yudhabass.wordpress.com/2013/06/05/economic-model-of-disability/
31 comments
Stephen Hawking Ahli fisika kalau ga salah, saya sudah lihat filmnya. Dan its Amazing. Gigih tak pernah menyerah, banyak jalan untuk berkarya.
ReplyDeleteSuprisingly ya, semoga yang non-disabilitas juga banyak belajar darinya. Nggak mudah mengeluh dan terus berusaha^^
Deleteya memanusiakan manusia tapi sayangnya teori economic disability si yang dipake
ReplyDeletetokohnya menginspirasi
@guru5seni8
Tapi, social model of disability juga sudah banyak yang menggerakkan kok, Mbak. :)
DeleteSaya baru tahu bahwa ada ahli fisika yg seperti itu, ketinggalan informasi saya.
ReplyDeleteNaaaah, bagus kan, jadinya tulisanku ada manfaatnya. Kalo Mas tau, malah aku nggak ngasi informasi baru buatmu :D
DeleteSetuju kali sama adek awak neh..
ReplyDeleteHmm, jadi terinspirasi buat tulisan yang sejenis ;)
Still inspiring dear..
Makasih akak awak...
DeleteAyo Kak, nulis juga >,<
Semangat!
Saya gak pernah bosen nonton film "The Theory of Everything" tentang Stephen Howking. Ketika dokter menjelaskan resiko yang dia akan hadapi, dia hanya bilang "Apakah otak saya masih berfungsi?". Dukungan dari rekan dan keluarganya membuat dia bisa menjalani hidup yang panjang padahal sebelumnya hanya diprediksi 2 tahun. Saya sih yakin ketika suatu indra tidak berfungsi dengan baik pasti indra lain akan bekerja lebih baik. Mudah-mudahan Indonesia bisa lebih memperhatikan penyandang disabilitas
ReplyDeleteSang Pencipta memang Mahaadil.
DeleteDan tidak ada nikmat-Nya satu pun yang dapat kita dustakan.
I hope so. :)
Iiiih, kakak gemesssshhh deh, liat postingan ini. Kece, full wawasan, TOP deh. Makasi ya dedek shalihaaat :)
ReplyDeletebukanbocahbiasa(dot)com
@nurulrahma
Makasih Kak. Ter-ha-ru adek bacanya. :')
DeleteNah ini lengkap artikelnya. Membuka wawasan :) Sudah seharusnya yang non-disabilitas lebih peka dan mengerti, bukan asal ngejudge.
ReplyDelete@gemaulani
Makasih Gie sampe di-share FB. Semoga kita juga semakin terketuk hatinya untuk berbuat dan bergerak.
DeleteStephen Hawking itu yang kisahnya difilmkan di Theory of Everything ya kalo gx salah, menginspirasi banget, tulisannya mbak juga keren banget, banyak info yang aku dapet...
ReplyDeletemoga teman2 kita yang skarang masih dianggap sebelah mata bisa terus semangat dan menunjukkan bakat mereka @chikarein
Meskipun tulisan ini belum maksimal karena masih kurang data, makasih ya. For sure, aku bahagia banget apresiasi sama apresiasi teman-teman LBI.
DeleteYap, kita juga harus berjuang di jalan masing-masing. :D
Ya, mereka bisa berkreasi dengan baik :)
ReplyDeleteSeperti judul tulisan ini, disabilitas tanpa batas :)
DeleteCerita mengenai Penyandang Difabel dengan prestasi, saya jadi ingat anak dari guru saya yang memiliki gangguan pendengaran sehingga harus menggunakan alat bantu dengar dari dia kecil. Tapi nggak lama ini dia memenangkan sebuah lomba desain grafis yang diadakan di kota Malang. Jadi bisa menjadi bukti bahwa masing-masing penyandang difabel itu memiliki sesuatu spesial yang belum tentu dimiliki oleh non-difabel. :)
ReplyDeleteDi satu sisi, mereka semakin terpacu untuk melampaui dinding yang tinggi, yaitu pandangan orang-orang. Satu hal yang jadi pelajaran adalah we can achieve anything when we push our limits.
DeleteKalo boleh nambahin, ada Hellen Keller. Menginspirasi banget... =)
ReplyDelete@kening_lebar
Iyaaap bener banget Mas. Bahkan story tentang beliau dikemas dalam berbagai bentuk.
DeleteWah ada Beethoven juga ..
ReplyDeleteIyaa pernah denger sebagian besar karyanya lahir saat dia mulai terganggu pendengarannya (kalau ga salah sampe tuli yaa ??)
yang jadi pertanyaan, gimana cara dia bedain nadanya yaa
Dulu, aku juga sempat baca berita kalo ada pelukis yang tunanetra. Dan dia berhasil bikin lukisan fantastis karena dia memang nggak bisa melihat sempurna, tapi setiap warna menghasilkan spektrum yang bisa dia lihat dengan cara berbeda. Mungkin, itu juga yang dialami Beethoven di mana, nada-nada tersebut punya intonasi berbeda di pendengarannya.
DeleteKemampuan berbeda tetapi hasilnya seringkali sama bahkan melampaui manusia normal pada umumnya
ReplyDelete@amma_chemist
Karena mereka mau berperang melawan ketakutan hidup ^^
DeleteBukti kalo nggak ada halangan untuk berkarya, mereka bisa, kita juga harus bisa :)
ReplyDelete@umimarfa
Bisa jadi suntikan motivasi agar lebih bermanfaat lagi pastinya~
Deletebaru tau kalau Bethoven jg difabel...
ReplyDeletemerasa malu pada diri sendiri kalau melihat mereka yg punya keterbatasan justru bisa melampaui kita yg seakan merasa sempurna.
@Wawa_eN
Nobody is perfect. Dan itulah cara mereka menutupi segala kekurangannya. Semua mendapat porsinya masing-masing, kan?
DeleteKak, aku salah satu dari sekian banyak orang yang memiliki keterbatasan dan aku bahagia sekali setiap mampir ke blog orang-orang yang memanusiakan kami. Terima kasih banyak, Kak. Harus semangat terus, ya. Semoga hari-hari Kak Funy menyenangkan! Kakak harus tau kalau mungkin ini hanya another usual blog post bagi Kakak, tapi buat kami, ini salah satu vitamin buat tetap bertahan. Sekali lagi, terima kasih, ya, Kakak! ^^
ReplyDelete