Menjadi Pendengar yang Baik

by - 9:46:00 PM

Menjadi Pendengar yang Baik - ! Diary Khansa: Hampir setiap orang yang membaca judul tulisan ini secara impulsif akan berpikir dirinya telah menjadi pendengar yang baik, nggak terkecuali gue pribadi. Saat judul tersebut terlintas dalam ingatan, gue ngerasa telah menjadi pendengar yang baik. Namun, ketika mulai menuliskannya, gue sadar gue masih jauh dari sebutan itu.

pendengar yang baik

Apa, sih, yang sebenarnya kita anggap sebagai pendengar yang baik? Apakah kita bisa dikatakan sebagai pendengar yang baik hanya dengan tidak menginterupsi perkataan orang lain? Tidak, ini bukan cuma soal itu. Stephen R. Covey dalam buku The 7 Habits of Highly Effective People: Powerful Lessons in Personal Change pernah mengatakan, "Most people do not listen with the intent to understand; they listen with the intent to reply." Ya, faktanya, kebanyakan dari kita selalu berlomba-lomba untuk memberi respons ketika mendengarkan seseorang. Seakan-akan ada giliran bicara yang udah terjadwalkan dan kita tak sabar menunggu antrean itu. Bisa saja memang respons tersebut secara tulus kita lontarkan karena berempati kepada lawan bicara, sekadar mengutarakan pengalaman dan pikiran yang sama, atau bahkan hanya ingin agar dia mengetahui kapasitas diri kita sendiri.

Bukankah lebih baik kita mendengarkan semua curahan hati dan pikiran seseorang tanpa sibuk berpikir respons seperti apa yang harus kita tampilkan? Bukankah justru itu akan membuat hati lebih tenang serta menjaga kualitas komunikasi dan hubungan yang ada? Gue harus akui ini, gue pernah bahkan kerap kali memberi respons secara cepat setelah seseorang menceritakan isi kepalanya. Entah kenapa, belakangan hal ini semakin terasa seperti kompetisi.

Benar adanya jika manusia senang merumitkan dirinya sendiri. Orang-orang sibuk memberi tekanan pada batinnya untuk tak sabaran segera menjawab perkataan orang lain. “Gue kemarin bla bla bla...” Baru saja ia selesai mengatakan apa yang terjadi, lawan bicaranya langsung menyahut, “Gue juga pernah gitu, malahan bla bla bla........” Sampai-sampai, responsnya jauh lebih panjang dari curahan orang pertama. Perasaan senasib terkadang dibalut oleh perasaan ingin menang dalam sebuah pembicaraan. Hal ini malah bisa merangsang perdebatan. Hmmm, gue rasa lebih baik untuk menghindari itu terjadi.

listen

Kepikiran nggak, kalo terus seperti itu, komunikasi yang berjalan hanyalah satu arah sebab tak ada yang benar-benar mendengar. Logikanya sama seperti mendengarkan musik dari iPod sambil melantunkan liriknya. Entah dari mana datangnya kegelisahan ini, bukankah memperlambat jawaban atas ucapan orang lain membuat kita lebih santai dan sabar? Bukankah hal ini bisa membuat kita lebih dicintai oleh mereka? Bukankah kita senang didengarkan dengan penuh minat oleh orang lain? Kita nggak akan dianggap bodoh, kok, hanya karena memberi cukup jeda antara perkataan orang lain dengan respons yang ingin diberikan. God gave us two ears and one mouth, we should listen more than we say...

pendengar yang baik










Pic source: Pixabay

You May Also Like

11 comments

  1. waahhh... JLEB banget... suka ga sabaran ngrespon curhatan orang T.T

    ReplyDelete
    Replies
    1. wahahaha jangan ke sini kalo nggak mau lihat yang jleb-jleb. :)))

      Delete
  2. terkadang menjadi pendengar yang baik tidak harus mendengar :)

    ReplyDelete
  3. Listen to understand. Understand to listen. :)

    ReplyDelete
  4. hemm menjadi pendengar yang baik itu aku banget haha

    ReplyDelete
  5. salam kenal yah mbanya.akhirnya ketmu di acara Durian. suka sama tulisan kesawannya :)




    www.superarmz.blogspot.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe baru sempat bales. salam kenal Ary! nice to meet you again :)

      Delete