German Cinema: Who Am I (2014)

by - 10:40:00 PM

German Cinema Who Am I (2014) - Event Medan: Hae, Gengs! Sejak bulan Agustus kemaren, gue udah excited banget begitu tau kalau tahun ini German Cinema bakal ada di kota Medan. Pemutaran film di berbagai kota di Indonesia ini adalah salah satu rangkaian Jerman Fest yang digelar atas kerja sama antara Kementerian Luar Negeri Jerman, Goethe-Institut Indonesia, Kedutaan Besar Jerman di Jakarta, serta Perkumpulan Ekonomi Indonesia-Jerman (EKONID). Sebenernya, tahun lalu gue sempat ngerasain euforia Jerman Fest di Jakarta. Di sana ada pameran, lokakarya, konferensi, dan berbagai kegiatan-kegiatan menarik selain pemutaran film. Kalau di Medan, sih, sebatas pemutaran film saja. Tapi, gue udah puas banget, kok, dengan ajang ini karena tahun lalu, pemutaran film Jerman nggak diadain di kota Medan, Gengs.

Lokasi penayangan di Medan adalah bioskop XXI Centre Point dengan kapasitas 144 kursi. Dari 17 film yang diputerin, Medan kebagian delapan film. Di sini ada peningkatan dari segi kuantitas film, setelah dua tahun lalu, Medan kebagian lima film. Banyak di antara penonton merupakan pelajar Sekolah Menengah Pertama. Amat disayangkan sebab film ini berkategori dewasa. Banyak konten yang tidak sewajarnya dikonsumsi oleh mereka.

Sepengalaman gue tahun lalu, nggak perlu konfirmasi via email. Cukup datang beberapa jam sebelum supaya nggak kehabisan seat. Berbeda dengan yang satu ini, konfirmasi via email yang gue sendiri nggak tau info jelasnya karena nggak tertulis di situs. Tapi, sih, gue selow aja nunggu sampai waktu masuk antrean mereka yang sudah konfirmasi via email tiba. Di sela-sela waktu menunggu itu, gue malah bisa berkenalan dengan seorang mahasiswi USU jurusan Sejarah dan sang abang. Diskusi sedikit banyak tentang kampus mereka, sejarah dan budaya, bahkan soal naskah! Betapa gembiranya gue bisa nambah teman yang humble dan berwawasan di acara seperti ini.

Finally, it’s time of the show! Dapet juga tuh, tiket nonton hari pertama sekaligus film pertama, Who am I- Kein System ist Sicher (2014) atau bisa diartikan sebagai Who am I – No System is Safe yang disutradarai oleh Baran bo Odar. Film ini dibuka dengan pembicaraan Hanne Lindberg, penyidik dari Europol—yang sedang ditangguhkan akibat tidak bisa menangani kasus pembobolan Badan Intelijen Federal Jerman—dengan seorang pemuda bernama Benyamin Engel di sebuah ruangan. Hanne sedang menginterograsi Ben terkait kasus hacking yang dilakukannya. Ben tidak langsung pada pokok permasalahan, ia justru menceritakan kisah hidupnya semenjak kecil. Ia juga memainkan trik sulap sederhana dengan empat cube ketika menjelaskan kepada Hanne.

Hacking
Ben yang sedang diinterogasi Hanne
Selayaknya film pada umumnya, tokoh utama Ben memiliki begitu banyak kekurangan sebelum ia bergerak pada tujuannya. Ditinggal sang ayah sewaktu ia baru saja dilahirkan, memiliki seorang ibu dengan empat kepribadian yang akhirnya bunuh diri saat ia berusia delapan tahun, dan dibesarkan oleh neneknya yang sejak ia remaja sudah mengidap alzheimer, membuat Ben memiliki hidup yang pelik. Semasa kanak-kanak, Ben suka memainkan sulap sederhana. Itulah yang ia lakukan dalam mengisi kekosongan hidup sekaligus menghibur neneknya yang kian hari semakin mengkhawatirkan. 

Ben tumbuh menjadi remaja introvert yang merasa dirinya invisible di dunia nyata. Di saat usia ke-14, Ben mulai menekuni program-program komputer. Di dunia cyber, para hacker memiliki ruang tersendiri yang disebut sebagai darknet. Di sanalah para peretas dari berbagai penjuru negeri berkumpul dan saling berinteraksi. Ada seorang hacker yang diagungkan bernamakan MRX. Ben begitu mengidolainya dan menganggapnya sebagai pahlawan karena tiga prinsip yang terus diusung MRX:

1. No system is safe 2. Aim for the impposible 3. Enjoy the meet world as much as the net world

Didasari pemikiran bahwa superhero seperti Batman ataupun Spiderman pun memiliki background yang sama tak baiknya dengan dirinya, Ben memutuskan untuk berjuang menjadi superhero bagi dunianya sendiri. Gerbang menuju babak baru hidup Ben adalah saat ia diam-diam mengambil soal ujian di universitas untuk diberikan kepada wanita pujaannya, Marie yang sejak kecil ia idam-idamkan. Jangan berpikir langkah Ben mulus, ia terpegok seorang penjaga seusai melakukan peretasan server universitas. Disebabkan tidak adanya latar belakang kriminal, Ben hanya mendapatkan punishment untuk membersihkan jalanan kota selama 50 jam. Saat menjalankan hukumannya, Ben bertemu dengan Max yang ternyata juga seorang hacker bawah tanah.

Hacking
Marie, bukan gadis pintar yang berkelakuan baik seperti cerita pada umumnya
Ben dan Max pun berteman. Ben sendiri tidak mengerti, sebenarnya dia enggan dengan ajakan Max, tapi seperti ada rasa keterikatan begitu saja. Max mengajarkan Ben tentang banyak hal, salah satu yang terpenting adalah jika ingin mengendalikan keadaan, jadilah pemberani. Max membawa Ben untuk berpetualang bersama dengan dua rekannya yang lain, Stephan dan Paul, ke dunia yang belum Ben temui sebelumnya. Hal ini akan menjadi perjalanan panjang bagi Ben. Ia memutuskan untuk menitipkan sang nenek pada dokter yang sudah merawat keluarga Ben sejak ia kecil.

Hacking
Max, Stephan, Paul, dan Ben. Max tampan, of course!
Mereka menjadikan rumah Ben sebagai markas. Sambil mengonsumsi ritalin sebagai dopping otak secara berlebihan, mereka terus melatih dan mempraktikkan skill. Max berpikir untuk mem-branding grup mereka agar dikenal banyak orang. Selama ini mereka hanyalah kumpulan orang terbuang yang invisible. Terbentuklah CLAY atau Clowns Laughing at You. Mereka menggunakan topeng yang serupa dengan V for Vendetta. Akhirnya, CLAY dikenal di dunia nyata karena video-video konyol peretasan yang mereka lakukan. Yap, hacking dilakukan CLAY sekadar untuk senang-senang dan menikmati hidup dengan cara berbeda. Sayangnya, ketenaran mereka hanya diakui oleh orang-orang awam, sedangkan para penghuni darknet, terutama grup hacker kenamaan FR1ENDS dan juga MRX, hanya menganggap CLAY sebagai lelucon.

Max-lah yang paling geram saat melihat kenyataan tersebut sebab ia merasa pengakuan dari sang idolalah yang terpenting. Ben mencetuskan ide untuk membajak Badan Intelijen Federal Jerman agar mereka diakui. Rekan-rekannya setuju, dengan catatan hanya untuk membuat sistem di gedung tersebut kacau semalaman dan menampilkan nama CLAY secara kontinu. Mesin print di kantor itu tidak berhenti mencetak kertas bergambarkan topeng dengan tulisan “No system is safe”. Namun, teman-temannya tidak tau bahwa Ben sempat mencuri seluruh data yang dimiliki badan intelijen tersebut. Entah dengan tujuan apa....

Hacking
Ben saat akan meretas server Badan Intelijen Federal Jerman

Hacking
Saat CLAY menjadi sorotan di darknet
Malam itu mereka tutup dengan berpesta. Alunan musik, alkohol, dan para gadis menemani. Ada Marie juga di sana. Tentu saja, itu menjadi pusat perhatian Ben. Marie yang sedang mabuk berat, tanpa sadar bercumbu di sudut ruangan dengan Max. Hal ini lantas membuat Ben pitam, lalu berlari pulang ke rumah. Ben meracau tak keruan, mengunci diri di rumah, dan tidak membiarkan satu pun dari temannya masuk. Ben berseru dengan lantang kalau Max hanya memanfaatkannya. Max membalasnya dengan teriakan dari luar rumah, bahwa Ben bukanlah apa-apa tanpa mereka. Dalam kekalutannya, Ben semakin membenci Max. Ia ingin membuktikan dirinya tidak seperti apa yang Max katakan. Ben bukanlah pecundang.

Ben mengirimkan data curiannya kepada MRX. Sudah pasti MRX menerima dengan tangan terbuka. Keesokan paginya, Max, Stephan, dan Paul kembali mendatangi rumah Ben. Mereka begitu terkejut dengan pemberitaan pagi di berbagai media kalau Krypton, anggota grup hacker FR13NDS terbunuh. Usut punya usut, ini adalah akibat dari perbuatan Ben yang mengirimkan data kepada MRX, di mana ditemukan kalau Krypton bekerja untuk Badan Intelijen Federal Jerman. MRX menjual data tersebut kepada Badan Intelijen Rusia, yang menjadikan Krypton sebagai buronan mereka. Di sinilah terkuak kalau MRX sendiri adalah anggota FR13NDS.

CLAY pun disalahkan atas kematian Krypton juga data yang tersebar karena sebelumnya merekalah yang membobol keamanan sistem badan intelijen itu. Ben dihajar habis-habisan oleh Max. Max menjelaskan kalau dia tidak bisa mengontrol apa yang terjadi kemarin malam. Dia memanglah penggila pesta yang candu, itu saja. Tidak ada niatan untuk merebut Marie dari Ben. Max juga mengakui bahwa dirinya bukanlah ahli script karena ia hanya meng-copy-paste-nya. Dengan santai, Ben malah menjawab, “Aku tahu hal itu.”

Pada akhirnya, mereka berpikir untuk menyelesaikan masalah ini, membuka siapa sebenarnya dalang pembunuhan dan penyebaran data itu. CLAY memutuskan untuk menghilangkan semua jejak yang ada di rumah Ben dan membakar rumahnya. CLAY pun berangkat untuk memasuki area Europol, tapi usaha mereka gagal. Sistem penjagaan yang ketat membuat mereka memutar otak untuk masuk ke gedung tersebut. Sangkin terburu-burunya, tangan Max tertusuk paku besar berkarat saat mereka mencari jalan masuk lewat gorong-gorong.

Mereka ke hotel dengan rasa keputusasaan. Semua terlelap, kecuali Ben. Ia mengendap-endap keluar kamar untuk kembali ke Europol. Singkat cerita, Ben habis-habisan ingin menjebak MRX atau seseorang yang ada di balik id WhoAmI dengan metode kuda bunting atau trojan di dalam trojan. Cara ini gagal total, justru membuat CLAY menjadi buronan Interpol Rusia. Saat Ben kembali ke tempat peristirahatan mereka, Max, Stephan, dan Paul telah terbunuh.

Ben begitu frustrasi, hal ini membuat ia semakin merasa bersalah. Ia pun bertekad untuk menyerahkan diri ke Europol dengan syarat penangkapan MRX ditukar dengan pengubahan identitas dirinya. Ini ditujukan agar Ben aman dari jeratan hukum dan bisa pergi ke Copenhagen bersama Marie. Hanne tidak mempercayai Ben begitu saja. Ben pun mengatakan fakta-fakta tentang Hanne yang membuat wanita itu terperanjat. Apalagi, tentang kenyataan bahwa Hanne pernah keguguran. Ben mengetahui peristiwa itu.

Hanne pun setuju untuk menjadikan Ben sebagai saksi yang dilindungi dan akan membantu pengubahan data diri Ben. Jika dipikir-pikir, Ben bukanlah tujuan utamanya karena WhoAmI-lah yang ia cari. MRX pun tertangkap dengan membalikkan trik yang sewaktu itu MRX lakukan untuk menjebak Ben. Terbongkarlah kalau MRX adalah seorang remaja pria berusia 19 tahun.

Seorang pria yang menemani penyidikan Hanne mengatakan ada hole dari cerita Ben. Terlebih, Hanne melihat ada bekas tusukan di tangan kanan Ben. Hanne memutuskan untuk mencari tau siapa Ben sebenarnya. Wanita itu bergegas menelusuri rumah Ben. Hanne kaget, rumah Ben dalam keadaan baik-baik saja, tidak terbakar seperti pengakuan Ben kepadanya. Isi rumah pun lengkap dengan barang-barang curian yang Ben ambil setiap melakukan hacking.

Hanne semakin mengendus keganjalan. Ia pergi menemui dokter yang merawat nenek Ben. Fakta baru ia temukan, ibu Ben mengidap empat kepribadian ganda dan sindrom itu bisa menurun. Hanne berpikir bahwa Ben mengidap sindrom yang sama dengan sang ibu; Ben mengarang cerita kalau ia punya tiga teman dalam menjalankan praktiknya. Ia melakukan itu seorang diri! Asumsi ini dipertegas ketika tidak adanya bekas pembunuhan “tiga teman khayalannya” itu di kamar hotel. Tidak ada mayat dan seisi ruangan rapi. Jauh sebelumnya, memang ada scene adegan di perpustakaan Berlin, saat Ben memperlihatkan dirinya dengan topeng selama beberapa detik di hadapan Hannen. Hannen berusaha mengejar, tapi Ben bersembunyi di bawah meja. Itu adalah clue yang mempertegas asumsi Hannen kalau memang Ben beraksi sendirian.

Hanne segera kembali ke ruangan di mana Ben diinterograsi. Hanne mengungkapkan kalau pengidap kelainan jiwa seperti Ben tidak dapat dijadikan saksi yang dilindungi. Ben harus dibawa ke hadapan hakim entah sebagai apa. Ben menangis dan terlihat begitu depresi, ia berkata bahwa ia tidak seperti ibunya. Hanne ikut menangis dan merasa benar-benar simpatik. Ia memegang erat kedua tangan Ben dan membawa pria itu menuju pengadilan. Saat tiba di depan lift, Hanne berpikiran lain. Ia segera menarik lengan Ben menuju salah satu ruangan engineer Europol. Hanne menyatakan kalau pengubahan data seorang warga negara hanyalah sistem komputer. Iya, Hanne memberikan waktu untuk Ben mengubah itu sendiri! Hanne ingin membebaskan Ben!

Betapa senangnya Ben, ia segera masuk dan mengubah datanya. Seusai itu, Hanne segera mengantarkan Ben menuju alam bebas. Ben sudah tak sabar untuk berangkat ke Copenhagen bersama Marie.  Di dalam mobil, Hanne meminta Ben berjanji agar ia tidak melakukan peretasan lagi sekalipun untuk hal baik. Ben mau berjanji. Ketika Ben ingin keluar dari mobil, Hanne menahannya agar ia menjelaskan trik empat cube yang biasa Ben bawa. Ben berkata, “Kau akan kecewa jika tau trik sebenarnya.” Hanne menjawab dengan senyuman. Ben pun menunjukkan trik menghilangkan dan mengembalikan cube tersebut. Trik sederhana dan manipulatif. “Orang hanya melihat apa yang ia ingin lihat,” ucap Ben.

Hanne tertawa melihat Ben. “Maaf, aku telah meng-hack kamu,” ucap Ben sambil segera pergi dari mobil Hanne, meninggalkan wanita itu dengan kondisi masih tertawa sambil memegang empat cube dari Ben. Hanne memasukkan tangannya ke kantong jas, saat itu pula ia lantas mengeluarkannya. Hanne tersentak, lalu mencari-cari Ben. Dan Ben pun sudah lenyap dari pandangannya....

Ben mengubah warna rambutnya, gaya berpakaian, dan siap menjalani dunia yang baru bersama Marie. Bukan hanya Marie, tapi juga bersama Max, Stephan, dan Paul! Ya, mereka semua telah merencanakan drama ini setelah Ben diincar mafia Rusia sewaktu gagal menjebak MRX. Inilah yang disebut Max sebagai social engineer, di mana mereka mengendalikan manusia, bukan sebatas program komputer. Kenapa seakan-akan Ben dibuat sebagai pengidap kelainan? Tentu saja demi melindungi ketiga temannya agar tidak terlacak. Marie menemukan pasal bahwa pengidap kelainan tidak bisa dijadikan saksi yang dilindungi, ini membuka kesempatan baru untuk meretas sistem Europol yang lain.

Mengusung genre techno-thriller, film yang diadopsi dari kisah nyata Jerman-Eropa ini membuat penonton terus want-to-know apa yang akan terjadi selanjutnya. Tidak ada waktu untuk beristirahat karena film ini membuat penonton awas dalam setiap pergerakannya. Belum lagi, alurnya yang maju mundur. A good story, but not the best. Konfliknya klise, tidak ada nilai intelektual khusus ataupun isu sosial yang benar-benar diangkat. Penekanannya memang bukan tentang phising atau metode blackhat itu sendiri melainkan menjual kisah yang akan lo appreciate setelah menyelesaikan film ini. Sedikit kecewa karena Ben sebagai lead actor tidak diberi problem yang fantastis seukuran film thriller. Nobody is perfect, this film has some minor flaws. Banyak plot hole dan juga alur yang too fast.

Hal yang paling keren buat gue adalah penggambaran darknet yang cool! Gue seakan berada di dalam dunia yang maya tersebut. Selain itu sih, twist berlapis sebagai penutup film yang benar-benar membuat gue merasa entertain. Icing yang membuat kemasan cerita ini memuaskan.

Hacking

Kalau bicara soal pelajaran yang bisa diambil, banyak banget. Selalu ada hal positif yang bisa diambil dari suatu hal. Nggak bisa dijabarin semuanya. Misalnya, bagaimana keluarga begitu mempengaruhi perkembangan seorang anak. Kita bisa saja men-judge seseorang buruk, menyedihkan, atau apalah tanpa tau sakitnya kehidupan yang pernah ia alami. Kemudian, perihal jangan pernah merasa aman. Apa pun yang kita punya, begitu mudahnya bisa berada di genggaman orang lain. Kejahatan di dunia digital bisa menyerang siapa saja, tak terkecuali. Hal lainnya adalah seperti fakta tentang orang-orang yang semakin butuh pengakuan, membuat meningkatnya akun-akun anonim. Mereka menggunakan “topeng” untuk mendapat penghargaan dari orang lain. Pathetic? Cool? Tergantung dari mana kita melihat sisi gelas.

Gue nonton bersama seseorang yang berkomentar, “Film ini berat.” Di saat itu pula, gue cuma bisa mengulum senyum. Begitulah adanya, film Jerman satu ini penuh intrik dan trik. Jujur aja, selama pertunjukkan, gue lebih sibuk menghitung dan guessing menit ke berapa konflik terjadi pada film berdurasi 105 menit ini. Setengah dari diri gue berusaha menikmati film, membiarkan emosi terbawa padanya. Setengah lainnya, sibuk memikirkan teknik penulisan skenario.

So far, buat pecinta film thriller, nggak ada salahnya nonton buat nambah perspektif, meskipun not too recommended for you. Kalau kalian suka film yang fun dan cepat, ini pas! Menikmati sains yang dibalut melodrama dan penyajian yang ringan. Tidak kompleks, tapi tetap cerdas. Soundtrack dan visualisasi yang menyenangkan siap memuaskan panca indera.

German Cinema
Oleh-oleh dari nonton German Cinema




Pic source: whoami-film

You May Also Like

14 comments

  1. sayang seklai gak nonton ini film huuuuu

    ReplyDelete
  2. Sebagai penyuka film, kok saya gak dapat informasi seperti ini ya? hehehe. By the way review filmnya oke ya :) "Filmya bagus juga di rating IMDB"

    ReplyDelete
    Replies
    1. waaah, sayang banget! memang infonya nggak terlalu ramai diperbincangkan di socmed sih. semoga tahun depan ada lagi.

      ini emang pantes disebut review gitu? hahaha aku cuma ingin cerita keseruan kemarin aja :v

      Delete
  3. yah kelewat......

    nyari filmnya aja deh entar.... gamau baca ah. full spoiler :p

    ReplyDelete
    Replies
    1. iyaaa cari aja.

      hmmm, aku nggak bisa bikin review sih, jadi semua diceritain. maap yes :v

      Delete
  4. tiba mau nnton bareng aku kehabisan tiket !

    ReplyDelete
    Replies
    1. kan jadinya ngelakuin hal yang lain-lain hehehe #alibi

      Delete
  5. Sejujurnya aku belum pernah nonton film Jerman, tempo hari pingin juga cuma batal.. hahaha. Belakangan aku keknya juga jarang nonton film yang bergenre thriller, banyakan action :D.

    ReplyDelete
    Replies
    1. coba nonton deh, Kak. lumayan, nambah ragam yang pernah ditonton. nyari perspektif baru. hehehe :D

      Delete
  6. Buset panjang amat!
    gue kalo ngebahas tentang film gak pernah bisa sepanjang ini,
    yah karena gue menghindari spoiler, gue ngebaca tulisan lo cuma sampe foto pertama!
    karena tipe filmnya sepertinya gue suka, ini juga gue langsung nyari haha~

    Halooo, di Malang dong German Fest!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ini emang bukan review film, nggak bakat gue hahahaha. Selamat menikmati! >,<

      Delete
    2. gue gak ngebayangin misal lo punya bakat, jadinya kek gimana... haha

      Delete
  7. meski sedikit terlambat, film ini berat. peretasan terjadi dimana-mana, bahkan "mungkin" kita SEDANG diretas. atau malah "pasti". siapakah hacker yg paling hebat. think again.

    ReplyDelete