Biru dan Jingga
Aku si Biru yang sedang
candu.
Pada dasarnya kita butuh rasa disepelekan, dianggap
biasa-biasa saja, atau bahkan tak dianggap apa-apa. Seperti Jingga yang sekonyong-konyong
hadir dalam hidup Biru, membuat babak baru di luar dugaan; Jingga hanya memandang
Biru sebagai seorang gadis kecil. Padahal, selama ini napas Biru sesak dengan
pujian-pujian yang dihunuskan kepadanya.
Biru si periang yang membuat Jingga jatuh ke pelukan. Tak
satu pun tau apa yang sebenarnya terjadi. Memang Jingga kerap
mempermainkan hati. Namun, haruskah kali ini?
Biru si egois yang sedang berjuang untuk menjadi semakin
sabar. Jingga adalah pelajaran yang ia dapat di setiap harinya. Jingga yang
acuh tak acuh dan enggan mendengar. Jingga yang harus dan selalu mempertahankan
keaku-akuannya. Ah, betapa Biru begitu mengasihinya....
Biru si perfeksionis yang selalu bisa mendapat tipe yang diinginkan,
kini bertahan pada seseorang yang membingungkan. Jingga yang impulsif, arogan,
dan sulit dibayangkan bisa berjalan beriringan. Biru telah bertekad mengejar
matahari. Agar segera dapat menemui
Jingga di pelataran, memulai babak-babak lain yang kelak dipersiapkan.
Biru melihat rupa Jingga lekat-lekat, berharap sosok di
hadapannya tak menengadah sehingga mata mereka bersitatap. Ah, Biru yang rapuh
sedang mengelus pipi Jingga dengan hati yang pilu. Pikirannya membubung tinggi.
Seumpama ia pergi, aku ikhlas. Seandainya
ini mimpi, aku bersyukur.
Biru hanya takut kehilangan..., lagi.
Pic source: Pixabay
2 comments
hemm
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete